Sebuah Cerita di Kala Senja
“LE, nanti jangan lupa datang!” Ale melirik jam tangannya. Pukul tujuh pagi, dan suara Firza, ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil di kampusnya sudah menerornya di telepon. Seakan takut kalau ia berubah pikiran dan tidak jadi datang di acara yang digelar di kampusnya hari ini.
Ale terkekeh merespon Firza. “Lo nggak percaya gue?” balasnya, “Tenang. Gue pasti datang. Gue nggak pernah lupa sama janji yang gue buat sendiri.”
Terdengar gerutuan Firza di ujung sana. “Inget, ya. Jangan sampai telat. Jam sembilan pagi lo udah harus sampai! Bantuin anak-anak hias jurusan!” dan setelah Ale membalasnya dengan meyakinkan kalau ia sungguh-sungguh akan datang, sambungan telepon ditutup.
Ale menghela napas. Ini hari Sabtu, dan Sabtu adalah jadwalnya untuk bersenang-senang bersama teman-temannya yang lain, melepas penat karena jadwal kuliahnya yang padat selama lima hari kemarin.
Firza seakan bisa membaca pikirannya. Ale menggerutu dalam hati. Acara kaburnya pun batal. Ia tidak bisa menghilang tanpa pamit dari acara kampusnya hari ini, sementara Firza si ketua Himpunan sudah meneleponnya secara langsung. Ia bisa-bisa dikeluarkan secara sepihak dari keanggotaan HMJ — Himpunan Mahasiswa Jurusan — kalau nekat menghilang.
Ale mendesah malas, dan mengambil handuk.
Oke, toh, hari ini akan segera berakhir juga, kan? Ia hanya datang, dan bergabung dengan teman-teman kampusnya yang lain.
Ya, sesimpel itu.
Anna sedang sibuk memasang dekorasi di salah satu tempat di kampusnya yang akan menjadi tempat diadakannya acara Sabtu pagi ini. Ia adalah salah satu staf di kepanitiaan di acara tersebut, di divisi HPD — Humas, Publikasi dan Dokumentasi. Sebuah kamera LSR tergantung di lehernya, siap ia jadikan saksi bisu untuk menangkap momen-momen selama acara berlangsung.
“Na, ID Card lo nih, nanti lupa.” Ketua divisinya, Rayhan, menyodorkan sebuah ID Card berwarna kuning cerah padanya, dengan tali kuning cerah pula.
Anna menerima benda tersebut, dan mengamati sejenak fotonya yang tertera. Ia tidak suka fotonya di situ, terlihat tidak seperti dirinya. Namun, apa boleh buat. Ia segera mengalungkan ID Card-nya di leher, bersamaan dengan kamera SLR-nya.
“Oke, untuk dokumentasi, kita bagi tugas, ya,” Rayhan memulai instruksi begitu dekorasi selesai dipasang. Anggotanya mendengarkan, siap dengan kamera masing-masing. “Untuk di tiap jurusan, gue udah bagi tugas di Line. Bisa kalian cek.”
Anna dan teman seanggotanya segera mengecek Line. Spot pembagian tugas dokumentasi sudah ada, dan ia kebagian di jurusannya. Teknik Sipil. Oke, bukan masalah. Ia kenal mayoritas teman-temannya, walaupun banyak juga yang belum ia kenal. Setidaknya, ia tidak akan merasa sangat asing saat bertugas.
Anna melirik jam tangannya, pukul setengah sembilan pagi. Tiga puluh menit sebelum acara dimulai.
“Nah, pembagian tugas siap, ya.” suara Rayhan terdengar lagi, ia tersenyum lebar walaupun terlihat jelas di wajahnya kalau ia kelelahan menyiapkan ini-itu sebelum hari-H acara. “Good luck!”
Setelah menyiapkan beberapa hal dengan divisi lain, Anna pun melangkah ke jurusannya.
Acara Sunny Rise Up adalah acara tentang perayaan ulang tahun kampus yang diadakan oleh BEM kampus, yang tahun ini mengusung tema ‘Be Bright as The Sun’. Maka dari itu suasana kampus penuh dengan berbagai dekorasi warna kuning. Begitu pun dengan kaus panitia acara. Menambah silau siapapun yang melihat. Para panitia acara tersebut sudah bersiap sejak semalam — ada yang rela menginap di kampus, ada juga yang datang pagi-pagi sekali untuk menyiapkan segala hal.
Acara Sunny Rise Up sendiri mengadakan rangkaian acara untuk merayakan ulang tahun kampus hari ini. Dimulai dari lomba menghias jurusan masing-masing, lomba mural antar jurusan, juga lomba majalah dinding jurusan, yang diakhiri dengan konser dalam kampus nanti.
Acara sudah mulai lima menit lalu, dan wajar saja para staf acara kelihatan semakin sibuk. Ale sendiri sudah tiba di kampus sepuluh menit yang lalu, dan belum menemukan hal yang menarik. Ia masih betah menyesap kopinya di kantin kampus, mengamati hiruk-pikuk para panitia acara hari ini yang melewati kantin.
Ale membuka ponselnya yang berdenting. Pemberitahuan di grup HMJ yang mengharuskan para stafnya untuk datang membantu menghias jurusan demi meraih gelar Jurusan Terindah tahun ini bermunculan begitu ia membuka Line.
Ia menghela napas. Kenapa Sabtu paginya harus ia isi dengan memperindah jurusan, sih? Harusnya, ia sekarang sudah berada entah dimana dengan teman-temannya, menghabiskan weekend yang tidak boleh disia-siakan.
Ale menyesap lagi kopinya sambil terus mengedarkan pandangan, memutuskan untuk berada di kantin lebih lama lagi dengan mengawasi orang-orang yang lewat. Takut kalau salah satu staf HMJ memergokinya di sini, bukan di jurusan.
Ia baru saja ingin menyesap kopinya lagi ketika sudut-sudut matanya menangkap seseorang yang melewati tempat duduknya. Seorang perempuan dengan rambut dikuncir, mengenakan kacamata, dan mengenakan kaus panitia acara Sunny Rise Up yang berwarna kuning. Ale juga bisa lihat kalau perempuan tadi membawa kamera di lehernya, terlihat sibuk dan terburu-buru.
Hei, siapa perempuan tadi? Salah satu perempuan di jurusannyakah? Entah kenapa sosoknya berhasil mengusik rasa penasarannya. Berpegang pada pemikiran tersebut, Ale segera menyesap habis kopinya, dan bangkit menuju jurusan Teknik Sipil.
Siapa tahu kalau ia beruntung, ia bisa bertemu dengan perempuan itu.
Iya, kan?
Anna tiba di jurusannya tepat waktu. Saat acara baru dimulai, ia tiba-tiba diminta untuk mengambil hasil cetakan beberapa lembar piagam di percetakan dekat kampus. Untunglah tidak memakan waktu lama, sehingga begitu ia tiba di jurusan Teknik Sipil, orang-orang HMJ di sana sudah siap untuk menghias jurusannya.
Nah, ini dia salah satu tugasnya. Anna dengan cekatan segera mengangkat kamera yang tergantung di lehernya, dan mulai membidik momen-momen di sekitarnya. Ia bisa melihat wajah-wajah yang ia kenali sebagai staf HMJ sedang sibuk memperindah jurusan. Ada yang sedang menyapu, mengelap jendela, serta menyiapkan bahan-bahan dekorasi agar orang-orang semakin sadar dan tertarik dengan jurusan Teknik Sipil.
“Hai, Na,” Anna menoleh begitu mendapati seseorang di belakangnya. Firza. Ketua HMJ itu sedang tersenyum padanya, dengan sapu di tangan.
Anna balas tersenyum. Mengamati penampilan Firza dari atas hingga ke bawah, lalu segera memotret cowok tersebut. Membuat Firza berdecak, dan Anna sudah terkekeh geli. “Total banget ya bersih-bersih jurusannya, Pak Ketua?” ledeknya.
Firza baru akan menjawab ketika Rayhan tiba-tiba datang ke jurusan Teknik Sipil, “Anna! Ke sini sebentar, deh.” serunya, dari wajahnya terlihat urgensi.
Anna segera berlalu dari hadapan Firza menghampiri Rayhan. Takut kalau ada kejadian tidak mengenakan yang terjadi, jika ditilik dari ekspresi wajah Rayhan saat ini. Sungguh, sebuah kejadian tidak mengenakkan di tengah acara yang sedang ia pegang adalah hal terakhir yang ia inginkan dalam hidup.
Sementara itu, Firza hanya bisa menatap kecewa Anna yang kini sudah terlibat obrolan serius dengan Rayhan di kejauhan. Padahal, ia baru saja mendapat kesempatan untuk bisa bicara berdua dengan Anna.
Ia sudah lama menyukai perempuan itu, dan hanya bisa mengagumi dari jauh karena kalau berani menyukai Anna, maka ia juga siap bersaing dengan cowok-cowok di sana yang juga menyukai perempuan itu.
“Za,” Firza menoleh saat mendapati Ale sudah ada di sebelahnya. Ale menunjuk dengan dagu tempat perginya Anna dan Rayhan tadi yang kini sudah kosong, “tadi siapa?” tanya salah satu staf HMJ-nya itu.
Nah, ini lagi. Si cuek Ale. Satu kampus nyaris kenal siapa Anna, dan sekarang cowok itu malah bertanya ‘tadi siapa?’ dengan entengnya? Hah.
Firza menaikkan alisnya, lebih karena heran. “Lo nggak kenal, Le?” tanyanya, dan Ale menggeleng, “Kita udah masuk semester dua, dan lo belum kenal siapa dia?” ia bertanya lagi, tidak habis pikir.
Sejauh yang Firza tahu, Ale adalah salah satu cowok gaul di kampus. Nyaris semua orang di kampus kenal siapa cowok itu. Terlebih, Ale masuk dalam staf HMJ. Tentu itu menambah kenalan orang-orang di kampus ini.
“Yah, kenalan gue di kampus belum mencakup keseluruhan ternyata.” jawab Ale sambil tersenyum simpul. Firza mencibir, dan ia kembali mengejar, “eh, jawab dulu pertanyaan gue. Tadi siapa, Za?”
Firza yang sudah bersiap pergi untuk lanjut menyapu pun berhenti. “Namanya Anna. Anak Sipil juga. Udah, puas?” katanya, lalu tanpa menunggu respon Ale, ia segera berlalu.
Sementara itu, Ale sudah kembali mengedarkan pandangannya ke tempat perginya Anna dan Rayhan tadi. Oke, jadi tidak sia-sia ia segera ke jurusan Teknik Sipil begitu melihat perempuan itu di kantin tadi, dan mengawasi dari jauh saat Firza dan perempuan itu mengobrol. Jadi, tahap untuk mengetahui nama perempuan itu sudah sukses. Perempuan bernama Anna itu sukses membuat Sabtu-nya terlihat lebih menarik.
Ale kini tersenyum kecil, dan menggemakan nama itu di otaknya.
Anna.
Hari sudah beranjak sore. Lomba menghias jurusan sudah menghasilkan jurusan Teknik Elektro sebagai Jurusan Terindah tahun ini, lomba mural juga sudah sukses mengantarkan jurusan Teknik Grafika sebagai juara utama, dan lomba yang baru selesai diadakan, lomba majalah dinding jurusan berhasil menjadikan jurusan Teknik Sipil sebagai juara pertama.
Serentetan acara hari ini tidak terasa sudah mendekati akhir. Kini, tinggal konser sebagai penutup acara sekaligus sebagai acara utama untuk merayakan ulang tahun kampus. Panggung berukuran sedang sudah siap sejak semalam di lapangan utama kampus, berikut dengan dekorasi-dekorasi yang semarak di sana. Stand-stand makanan dan minuman, serta tempat-tempat duduk untuk berkumpul pun sudah berjejer rapi di sisi lapangan utama. Panitia acara Sunny Rise Up memang tidak main-main untuk merayakan ulang tahun kampus.
Anna sedang bersiap menuju lapangan utama kampus dengan kamera yang setia mengalungi lehernya ketika ia mendengar namanya dipanggil oleh suara yang ia kenal baik, “Na!”
“Eh, lo,” Anna reflek tersenyum lebar begitu mendapati Ayesha, sahabat terdekatnya sejak pertama masuk kuliah berada di dekatnya. “Kemana aja daritadi?” ia segera duduk di sebelah sahabatnya itu, di bawah pohon rindang di dekat Masjid kampus.
“Lo kali yang kemana aja,” balas Ayesha yang segera disambut cibiran Anna, “HPD sibuk banget ya, Na. Daritadi gue liat lo mondar-mandir seisi kampus terus, sibuk foto-foto.” katanya lagi, kali ini disambut tawa keduanya.
Anna baru akan membalas perkataan Ayesha ketika sudut-sudut matanya menangkap seorang cowok. Tinggi, dan berambut ikal — hanya itu yang ia tangkap lewat ciri-ciri fisiknya, melewatinya dengan Ayesha tanpa menoleh kesana-kemari, sibuk memerhatikan jalan di depannya. Anna menaikkan alis. Siapa dia? Semester dua sudah berjalan, dan ia baru melihat cowok itu.
“Itu tadi siapa, Sha?” tanya Anna sambil menunjuk tempat cowok tadi pergi dengan tangannya sekilas. “Kok kayaknya gue baru liat.”
Ayesha menaikkan alisnya sesaat, mencoba mengingat sosok cowok tadi. “Oh… Ale?” ia malah balik bertanya, membuat Anna menaikkan kedua bahunya, benar-benar tidak tahu apapun. “Namanya Ale, Na. Teman SMA gue dulu. Dia anak Sipil juga, lho.” Ayesha memperjelas, membuat Anna mengangguk-angguk baru tahu.
Anna baru akan menggemakan nama itu di otaknya ketika Ayesha kembali bersuara, “Hayooo, kenapa nih, tiba-tiba nanyain Ale? Suka, ya?” ledeknya dengan suara pelan, takut orang-orang di sekitar mereka mendengar.
Hati Anna, di luar dugaan berdesir. Hei, sudah lama sekali Anna tidak merasakan desiran itu. Kapan kali terakhir ia merasakannya?
“Nggak, gue cuma tanya aja, kok,” kata Anna sambil tersenyum tenang, meskipun hatinya tidak.
Ale. Otaknya mengulang nama tersebut.
Kini, senja sudah benar-benar datang. Konser dalam kampus sudah dimulai tiga puluh menit lalu, membuat lapangan utama kampus ramai oleh para pengunjung yang datang menonton penampilan demi penampilan di atas panggung. Stand-stand makanan, minuman, juga pernak-pernik Sunny Rise Up juga ikut menjadi sasaran para pengunjung. Untuk konser dalam kampus sendiri terbuka untuk umum, sehingga pengunjung dari manapun bisa datang dengan membeli tiket, sementara untuk mahasiswa dalam kampus tidak dikenakan biaya.
Acara Sunny Rise Up sendiri terbilang sukses sejak rangkaian acara pertama yang berupa lomba sejak pagi. Para panitia hanya tinggal menunggu waktu hingga acara benar-benar selesai, dan mereka bisa merayakan kesuksesan mereka.
Ale mengedarkan pandangannya ke sekeliling lapangan utama kampus. Ia dan teman-temannya sedang asik menyaksikan salah satu penampilan band kampus ketika tadi ia sempat melihat sosok Anna di antara kerumunan penonton, dan kini sudah hilang. Ia sudah memisahkan diri dari kerumunan penonton, dan duduk di salah satu kursi di sisi lapangan utama sementara matanya mencari.
“Anna! Ayo sini!” Ale tahu suara itu. Ayesha. Ia bisa melihat sendiri kalau teman SMA-nya itu sedang menarik tangan Anna untuk ikut menyaksikan band bersama penonton yang lain, namun Anna tidak mau karena ingin beristirahat setelah sejak pagi berkeliaran sekeliling kampus.
Ale bisa merasakan desiran di hatinya datang lagi, setelah sekian lama tidak merasakan sensasi itu. Ia bangkit dari duduknya, dan entah dorongan darimana, ia berjalan mendekati kedua perempuan itu.
“Hai, Yesha.” Lidah Ale seakan bergerak sendiri begitu berdiri di dekat kedua perempuan itu.
Ayesha dan Anna mematung. Ale bisa lihat semburat merah di wajah Anna, membuat desiran di hatinya datang lebih banyak lagi.
“Eh, Aleee!” suara Ayesha melengking sambil melirik Anna penuh arti. “Eh, eh, kenalan dulu dong kalian.” dengan jail, Ayesha menarik Anna dan Ale saling mendekat. Ia tersenyum lebar penuh kemenangan.
Ale menatap Anna yang terlihat gugup. Ia tersenyum berusaha menutupi debar jantungnya yang menggila. “Halo, gue Ale,” ia mengulurkan tangan.
Anna menatap uluran tangan di depannya itu dengan desiran hebat yang datang di sekujur tubuhnya. Sungguh, siapa sebenarnya sosok di depannya ini hingga berhasil memunculkan kembali berbagai desiran yang ia lupa bagaimana rasanya setelah sekian lama?
“A-Anna.” ia menyambut uluran tangan itu, dan merasakan kehangatan tangan Ale di tangannya yang dingin.
Ya ampun, bagaimana bisa tangannya jadi sedingin es begini? Anna merutuk dalam hati, sementara ia balas tersenyum pada Ale.
“Kayaknya lo sibuk banget ya, Na, daritadi.” Ale membuka obrolan sambil cengengesan canggung sementara matanya melirik Ayesha meminta bantuan untuk memperpanjang topik.
Ayesha sudah terkekeh. “Iyalah, HPD seksi sibuk, Le.” sahutnya, dan segera memisahkan diri begitu mendapati sosok yang ia kenal berada tidak jauh dari tempatnya. Bermaksud memberi waktu untuk Ale dan Anna berdua.
“Mmm, Na,” Ale kembali membuka obrolan, membuat Anna mendongak menatapnya. “Nanti pulang sama siapa?” tanyanya dengan jantung berdebar.
Anna tertegun, tapi tak urung merasakan kupu-kupu beterbangan di perutnya. “Sendiri, sih.” jawabnya pelan.
Ale berusaha menenangkan debar jantungnya untuk entah yang ke berapa kali sementara ia melempar bom, “Mau pulang bareng?”
Mendengar tawaran Ale, Anna tersenyum lebar. Hatinya yang sudah lama kosong, kembali menghangat. Ia mengangguk sebagai jawaban, sementara Ale sudah mendesah lega diam-diam.
Ale tidak menyangka, hari Sabtu yang ia kira akan membosankan bisa menghasilkan cerita baru di kehidupannya. Anna, secara resmi sudah menjadi orang yang ia sukai. Hatinya yang menghendaki demikian.
Di bawah naungan langit senja, cerita mereka dimulai.
Siap mengisi hari-hari ke depan dengan perasaan yang baru.